1.
ALIH KODE
Situasi I
Pasar Tradisional
Percakapan
Desi : Berapa
hargan ikan sekilo pak?
Penjual : Dua lima dek.
Desi : mahal sekali pak?
Penjual : sekarang semua mahal dek, opo-opo mahal. Garem ae seng murah.
Analisis Percakapan
Pada percakapan di atas terjadi
disebuah pasar, ketika saya Desi pergi kepasar untuk membeli ikan. Dan bertanya
kepada si penjual. Yang bercetak miring diatas merupakan alih kode yang
dilakukan si penjual ikan terhadap saya. Kata opo-opo merupakan bahasa daerah (Jawa) yang berarti apa-apa, kemudian garem ae yang berarti garam
saja. Alasan si penjual menggunakan bahasa daerah dikarenakan latar
belakang si penjual ikan berasal dari daerah jawa asli.
Situasi II
Menghormati
lawan bicara
Dalam peristiwa tutur antara seseorang
yang lebih tua dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang
lebih rendah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara
atasan dan bawahan, alih kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai atau
menghormati lawan bicara. Seperti contoh berikut:
Bupati
: “Berapa anaknya pak ?”
Warga
: “ Iye Inggomiu, o omba ananggu.” (Ada empat
anakku,Pak)
Bupati
: “Sekolah semua?”
Warga
: “Alhamdulliah, Inggomiu oruo mesikola ni SD, o aso
mesikola ni SMP, o owose
laito ni SMA.” (Alhamdullah,
Pak, dua sekolah di SD, satu di SMP,
yang besar di SMA)
Analisis
Percakapan
Dalam petikan dialog di atas,
seorang warga yang ditanya oleh Bupati dengan bahasa Indonesia tetapi
menjawabnya dengan bahasa Tolaki, bukan berarti si warga tidak bisa berbahasa
Indonesia tetapi karena tujuannya memberi rasa hormat maka yang bersangkutan
menjawabnya dalam bahasa daerah.
Situasi III
Palupi dan Agung sedang menunggu dimulainya rapat.
Palupi dan Agung sedang menunggu dimulainya rapat.
percakapan
Palupi : Lima menit lagi rapat dimulai,
tapi tumben sekali Pilar belum datang.
Agung :
Tapi dia tadi bilang mau datang.
Palupi : Itu dia datang. Woi,wes mepet ko nembe teko. Seko ngendi kue?
Pilar : Mampir ngomah disek.
Analisis
Percakapan
Dalam situasi di atas Palupi beralih kode dari Bahasa
Indonesia ke Bahasa Jawa saat berbicara dengan Pilar, karena mereka berasal
dari daerah yang sama, yaitu Jawa Tengah.
Arti dari
percakapan yang bergaris miring diaras adalah:
Palupi :
itu dia datang. Woi, sudah mepet ko baru
datang, dari mana kamu?
Pilar :
mampir rumah dulu.
2.
CAMPUR KODE
Situasi IV
Percakapan
Desy : Besok
kamu bisa ngantar aku nggak Rit?
Rita
: Besok aku nggak bisa.
Aku meh
ngantar temanku ke rumah sakit.
Desy : Aduh,
padahal aku meh ngajak kamu ke rumahe pamanku.
Pamanku nyuruh aku kesana.
Rita
: Maaf yo, Aku nggak bisa ngantar
kamu?
Desi
: Ya, nggak apa-apa kok.
Analisis Percakapan
Dalam percakapan di atas,
penutur yakni Desi sedangkan mitra tutur yakni Rita. Topik pembicaraan pada
percakapan di atas yakni berupa ajakan. Dibawah ini yang bergaris bawah
merupakan percakapan yang menunjukkan adanya campur kode antara lain:
Rita
: Aku meh ngantar temanku ke rumah sakit.
Desy :
Aduh, padahal aku meh ngajak kamu ke rumahe pamanku.
Rita
: Maaf yo, Aku nggak bisa ngantar kamu?
Penyebab adanya Campur kode
yakni tingkat keakraban. Meh berarti
mau, rumahe berati rumahnya dan yo berarti iya, karena antara penutur dengan mitra tutur itu sudah
akrab serta keduanya berasal dari Jawa tengah. Sehingga dalam penggunaan bahasa
juga bukan formal melainkan nonformal atau ragam akrab.
Situasi V
Kampus
Anggi : Tadi waktu kuliah Pak Lanjar,
saya chatting dengan orang Lombok
Dina :
Kuliah kok malah chatting dengan
orang Lombok.
Anggi :
Habisnya kuliah tadi membosankan. Materi tidak bisa ditampilkan karena laptop
Pak Lanjar LCD-nya rusak, ditambah AC mati, membuat ruangan terasa panas.
Dalam percakapan Anggi dan Dina di atas, Anggi melakukan
campur kode dengan menyisipkan kata-kata dalam bahasa asing (yang dicetak
miring) dalam percakapannya yang memakai Bahasa Indonesia.
Ada beberapa
alasan mengapa orang melakukan alih kode atau campur kode. Seperti alasan
solidaritas, penghormatan terhadap lawan bicara, sinyal keanggotaan (etnis),
alih peran, mengutip, afektif, alasan metaporik, dan keterbatasan kosakata
(Holmes, 1992). Dialog pertama di atas adalah contoh alasan sinyal keanggotaan,
sedangkan dialog kedua adalah contoh alasan keterbatasan kosakata dalam
bahasanya.